JANTUNG
REMATIK
A.
Definisi jantung rematik
Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya
Rheumatic Heart Disease (RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan
pada katup jantung yang bisa berupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup
mitral (stenosis katup mitral) juga katub-katub yang lain, sebagai akibat
adanya gejala sisa dari Demam Rematik (DR), dengan satu atau lebih gejala mayor
yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis, Korea minor, Nodul subkutan dan
Eritema marginatum. Jadi bisa dikatakan PJR merupakan komplikasi dari Demam
Rematik (DR), dimana PJR ini diperkirakan disebabkan reaksi autoimun
(kekebalan tubuh) yang disebabkan oleh demam rematik. .
Seseorang yang mengalami demam rematik apabila tidak
ditangani secara adekuat, Maka sangat mungkin sekali mengalami serangan
penyakit jantung rematik. Infeksi oleh kuman Streptococcus Beta Hemolyticus
group A yang menyebabkan seseorang mengalami demam rematik dimana diawali
terjadinya peradangan pada saluran tenggorokan, dikarenakan penatalaksanaan dan
pengobatannya yang kurang terarah menyebabkan racun/toxin dari kuman ini
menyebar melalui sirkulasi darah dan mengakibatkan peradangan katup jantung.
Akibatnya daun-daun katup mengalami perlengketan sehingga menyempit, atau
menebal dan mengkerut sehingga kalau menutup tidak sempurna lagi dan terjadi
kebocoran. Penderita umumnya mengalami sesak nafas yang disebabkan jantungnya
sudah mengalami gangguan, nyeri sendi yang berpindah- pindah, bercak kemerahan
di kulit yang berbatas, gerakan tangan yang tak beraturan dan tak terkendali (korea),
atau benjolan kecil-kecil dibawah kulit. Selain itu tanda yang juga turut
menyertainya adalah nyeri perut, kehilangan berat badan, cepat lelah dan tentu
saja demam.
B.
Penyebab jantung rematik
Penyakit Jantung Rematik adalah suatu gangguan pada jantung,
yang diakibatkan oleh komplikasi dari Demam Rematik. Demam reumatik merupakan
suatu reaksi autoimun terhadap faringitis Streptococcus beta hemolyticus grup A
yang mekanismenya belum sepenuhnya dimengerti. Demam reumatik tidak pernah
menyertai infeksi kuman lain maupun infeksi Streptococcus di tempat lain. Jadi
demam rematik itu sendiri bisa kita katakan sebagai komplikasi dari faringitis
(infeksi saluran pernapasan atas), dimana adanya infeksi bakteri, akan membuat
tubuh mengeluarkan suatu antibody atau perlawanan terhadap bakteri, yang
menjadi masalah adalah perlawanan terhadap bakteri Streptococcus beta
hemolyticus grup A yang menyebabkan faringitis ini belebihan, sehingga bagian
tubuh yang lainpun terkena seperti sendi, jantung, otak dan kulit. Jika perlawanan
yang berlebihan dari sistem kekebalan tubuh ini mengenai juga jantung, maka
akan terjadi suatu reaksi peradangan yang mempengaruhi jantung, keadaan inilah
yang kita kenal sebagai Penyakit Jantung Rematik atau PJR. Sebenarnya tidak
semua orang yang menderita faringitis akan berkembang jadi Penyakit Jantung
rematik, biasanya PJR ini terjadi apa individu-individu yang memiliki faktor
resiko.
Insidens Demam rematik tertinggi penyakit ini ditemukan pada
anak berumur 5-15 tahun dan pengobatan yang tuntas terhadap faringitis akut
hampir meniadakan risiko terjadinya demam reumatik. Perjalanan klinis penyakit
demam reumatik/penyakit jantung reumatik didahului pertama kali oleh infeksi
saluran napas atas oleh kuman Streptococcus beta hemolyticus grup A dan
selanjutnya diikuti periode laten yang berlangsung 1-3 minggu kecuali korea
yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan. Setelah periode laten,
periode berikutnya merupakan fase akut dari demam reumatik dengan timbulnya
berbagai manifestasi klinis, dan diakhiri dengan stadium inaktif, yang pada
demam reumatik tanpa kelainan jantung atau penyakit jantung reumatik tanpa
gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-apa. Manifestasi klinis demam
reumatik dibagi menjadi manifestasi klinis mayor yaitu artritis, karditis
(pancarditis), korea, eritema marginatum dan nodulus subkutan. Manifestasi
klinis minor yaitu demam, artralgia, peningkatan LED dan C-reactive protein dan
pemanjangan interval PR. Kriteria diagnosis berdasarkan kriteria Jones (revisi
1992) ditegakkan bila ditemukan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor +2
kriteria minor ditambah dengan bukti infeksi Streptococcus grup A tenggorok
positif + peningkatan titer antibodi Streptococcus.
Jadi Penyakit Jantuk rematik, merupakan suatu kelainan jantung
akibat dari penyakit Demam reumatik, yaitu suatu kondisi yang disebabkan karena
proses autoimun atau tubuh membentuk suatu antibodi yang berawal dari infeksi
faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus beta hemolyticus grup A, lalu
tubuh membentuk antibody untuk melawan bakteri Streptococcus beta
hemolyticus grup A ini, namun antibody yang terbentuk ini, tidak hanya melawan
bakteri tersebut tetapi juga melakukan reaksi silang terhadap stuktur protein
organ-organ tubuh yang lain, salah satunya adalah jantung sehingga terjadi
peradangan pada bagian-bagian jantung, inilah yang dikenal sebagai penyakit
jantung rematik.
C.
Proses terjadinya penyakit jantung
rematik
Mengenai Penyakit Jantung Reumatik
sendiri, seperti yang di jelaskan diatas, bahwa adanya Demam reumatik yang
terjadi akibat reaksi autoimun atau tubuh membentuk sistem pertahanan yang
berlebihan, akan mempengaruhi berbagai organ tubuh, salah satunya adalah pada
Jantung. Sebenarnya mekanisme terjadinya reaksi autoimun ini sampai saat ini
belum diketahui secara pasti, tetapi ada penelitian yang mendapatkan bahwa
demam rematik yang mengakibatkan penyakit jantung rematik terjadi akibat
sensitisasi dari tantigen Streptokokus sesudah satu sampai empat minggu infeksi
Streptokokus di faring. Lebih kurang 95% pasien menunjukkan peninggian titer
antistreptoksisn O (ASTO), antideoksiribonukleat B (anti DNA-ase B) yang
merupakan dua macam tes yang biasa dilakukan untuk infeksi kuman Streptokokus
grup A. Beberapa faktor yang diduga menjadi komplikasi pasca Streptokokus ini
kemungkinan utama adalah pertama Virulensi dan Antigenisitas Streptokokus dan
kedua besarnya responsi umum dari host dan persistensi organisme yang
menginfeksi faring.
Prinsip reaksi autoimun sampai sekarang belum dipahamin secara jelas, Reaksi berawal dari infeksi kuman streptococcus beta hemoliticus grup A, akan membuat tubuh membentuk antibody baik respon imun seluler maupun respon imun seluler maupun respon imun hormonal, ternyata antibody yang terbentuk ini selain berusaha mematikan bakteri, juga berdampak pada organ-organ tubuh lainnya, salah satunya jantung. Ini terjadi karena diduga, bakteri Streptococcus beta hemoliticus group A memiliki kesamaan dengan bagian di jantung yaitu Sakarida pada membrane sel bakteri mirip dengan glikoprotein epitop dinding jantung, Kapsul bakteri mirip dengan hialuronat jantung, Antigen M pada membrane bakteri (resisten difagositosis sehingga terbentuk badan aschoff) mirip dengan sarcolema dan miokard pada jantung. Karena kemiripan beberapa stuktur bakteri dengan beberapa stuktur jantung inilah maka di duga sistim imun kita yang terbentuk itu juga menyerang jantung karena mengira stuktur jantung yang mirip itu sebagai benda asing, sehingga reaksi antara antibodi dengan stuktur-stuktur jantung tersebut terjadilah gangguan pada bagian-bagian jantung yang dikenal sebagai penyakit jantung rematik.
Menurut oliver (2004), bahwa dinding
sel bakteri streptococus beta hemolitikum grup A, mengandung protein yang
dikenal sebagai protein M dan N asetil glukosamin, yang mempunyai potensi
rheumatogenik. M-protein adalah salah satu determinan virulensi bakteri,
stukturnya homolog dengan myosin kardiak dan molekul alpha-helical coiled coil,
seperti tropomyosin, keratin dan laminim. Meskipun miosin tidak terdapat di katup
jantung, tetapi pada katup jantung memiliki molekul laminin. Laminim adalah
matrik protein ekstraseluler yang disekresikan oleh sel endothelial katub
jantung dan bagian integral dari stuktur katub jantung.
Proses secara lengkapnya beawal dari
Infeksi streptokokus yang akan mengaktifkan sistem imun. Seberapa besar sistem
imun yang aktif ini sangat dipengaruhi oleh faktor virulensi dari kuman itu
sendiri yaitu kejadian terjadinya bakteriemia. Beberapa protein yang cukup
penting dalam faktor antigenisitas antara lain adalah protein M dan N asetil
glukosamin pada dinding sel bakteri tersebut. Kedua faktor antigen tersebut
akan dipenetrasikan oleh makrofak ke sel CD4+naif. Selanjutnya sel CD4 akan
menyebabkan poliferasi dari sel T helper 1 dan Thelper 2 melalui berbagai
sitokin antara lain interleukin 2, 12, dll. Thelper 1 akan menghasilkan
interferon yang berfungsi untuk merekrut makrofak lain datang ke tempat
terjadinya infeksi terserbut. Dan juga keberadaan IL 4 dan IL 10 juga menjadi
salah satu faktor perekrutan makrofak ke tempat lesi terserbut. Selain itu T
helper juga akan mengaktifasi sel plasma menjadi sel B yang merupakan sel
memori dengan memprodukksi IL4. Keberadaan sel memori ini lah yang memungkinkan
terjadinya autoimun ulang apabila terjadi pajanan terhadap streptokokus lagi.
Setelah sel B aktif akan menghasilkan IgG dan IgE. Apabila terpajan kembali
dengan bakteri penyebab tesebut akan terjadi pengaktifan jalur komplemen yang
menyebabkan kerusakan jaringan dan pemanggilan makrofag melalui interferon.
Pada penderita jantung reumatik, sel B, IgG dan IgE akan memiliki raksi silang
dengan beberapa protein yang terdapat di dalam tubuh. Hal ini disebabkan M
protein dan N asetil glukosamin pada bakteri mirip dengan protein miosin dan
tropomiosin pada jantung, laminin pada katup jantung,. Reaksi imun yang terjadi
akan menyebabkan pajanan sel terus menerus dengan makrofag. Kejadian ini akan
meningkatkan sitoplasma dan organel dari makrofag sehingga mirip seperti sel
epitel. Sel epitel tesebut disebut dengan sel epiteloid, pengabungan dari
granuloma ini disebut dengan aschoff body. Sedangkan jaringan yang lisis atau
rusak karena reaksi autoimun baik yang disebabkan oleh karena reaksi komplemen
atau fagositosis oleh makrofag akan digantikan dengan jaringan fibrosa atau
scar atau jaringan parut. Terbentuknya scar atau jaringan parut ini lah yang
dapat menyebabkan stenosis ataupun insufisiensi dari katup-katup pada jantung.
Terdapat bukti kuat bahwa respon
autoimun terhadap antigen streptococus memegang peranan dalam terjadinya demam
rematik dan penyakit jantung rematik pada orang yang rentan. Data terakhir
menunjukan bahwa gen yang mengontrol low level respon antigen streptococus
berhubungan dengan class II humman leukocyte antigen, HLA. Faktor
lingkungan seperti kondisi kehidupan yang jelek, kondisi tempat tinggal yang
berdesakan dan akses kesehatan yang kurang merupakan determinan yang signifikan
dalam distribusi penyakit ini. variasi cuaca juga mempunyai peranan yang besar
dalam terjadinya infeksi streptococcus untuk terjadinya demam rematik yang
kemudian berlanjut menjadi penyakit jantung rematik.
Pada jantung akibat adanya reaksi
autoimun ini, akan menyebabkan terjadinya reaksi peradangan yang dikenal dengan
pancarditis atau karditis yaitu ditandai dengan endokarditis, miokarditis, dan
perikarditis. Pancarditis berarti terjadi infeksi atau peradangan semua lapisan
jantung, mulai dari peradangan pada lapisan dalam yaitu endocardium, lapisan
otot jantung atau miokarkardium dan pericardium atau lapisan luar pembungkus
jantung. Proses radang selama karditis akut paling sering terbatas pada
endokardium dan miokardium, namun pada pasien dengan miokarditis berat,
perikardium dapat juga terlibat. Pada demam reumatik jarang ditemukan
perikaditis tanpa endokarditis atau miokarditis. Perikaditis pada pasien
reumatik bisanya menyatakan adanya pankarditis atau perluasan proses radang.
D.
Gejala klinis penyakit jantung rematik
Seperti dijelaskan diatas, bahwa penyakit jantung rematik
ini mulanya berasal dari infeksi salurang pernapasan (faringitis) yang
disebabkan oleh infeksi bakteri streptococus. Adanya bakteri ini akan
merangsang respon imun humornal dan seluler membentuk antibody. Pada dinding
sel bakteri streptococcus mengandung protein M yang diduga sebagai faktor virulensi
kuman. Protein M pada bakteri ini homolog dengan stuktur protein jantung
seperti myosin dan katup endotelium. sehingga antibodi yang terbentuk akan
bereaksi silang dengan protein jantung (autoimun). Pada katub, meskipun miosin
tidak terdapat di katup jantung, tetapi pada katup jantung memiliki molekul
laminin. Laminim adalah matrik protein ekstraseluler yang disekresikan oleh sel
endothelial katub jantung dan bagian integral dari stuktur katub jantung.
Karena laminin ini homolog dengan stuktur M protein bakteri streptococus, maka
antibodi dan sel T yang dihasilkan akan melakukan reaksi silang
dengan stuktur potein laminin dari jantung (autoimun). Adanya suatu
reaksi silang ini, merangsang pelepasan sitokin dan kerusakan jaringan,
ilaha yang menyebabkan gangguan pada katub jantung. Selain itu T-sel yang
responsif terhadap streptokokus yaitu pada dinding M-protein menyusup ke katub
katup melalui endotelium katup, diaktifkan oleh pengikatan karbohidrat
antistreptococcal dengan rilis atau tumor necrosis factor (TNF) dan
interleukin.
Jantung manusia memiliki tiga lapisan. Lapisan luar adalah
struktur sperti kantung yang disebut pericardium, lapisan tengah terdiri atas
otot-otot jantung yang disebut miokardium, dan lapisan bagian dalam jantung
yang biasanya terdapat katub jantung yang disebut lapisan endocardium. Ketika
sistem kekebalan tubuh mulai menyerang jantung, dapat mempengaruhi salah satu
atau semua dari tiga lapisan jantung, ini disebut pancarditis. Infeksi
perikardium disebut pericarditis. Miokarditis adalah infeksi pada lapisan
miokardium dan daerah khusus peradangan pada miokardium yang disebut badan
Aschoff dimana peradangan ini mempengaruhi aktivitas listrik jantung sehingga
menyebabkan irama jantung yang aneh disebut aritmia. Infeksi endocardium
dikenal sebagai endokarditis yang terutama terjadi pada katup jantung. Yang
perlu diperhatikan adalah peradangan jantung sering timbul bersamaan dengan
nyeri persendian dan demam pada penderita Demam Rematik. Pada awalnya, memang
peradangan jantung tidak menimbulkan gejala, tetapi gangguan pada jantung dapat
menunjukan gejala apabila demam rematiknya terjadi berulang ulang atau
kronis.
Jadi gejala klinis pada jantung disebabkan karena Demam
rematik yang tidak diobati, sehingga reaksi autoimun yang terbetuk menyerang
semua lapisan jantung, paling sering endokardium dan miokardium, jarang
pericardium.
E.
Efek akibat peradangan (autoimun) pada
lapisan endocardium jantung
Jika peradangan berulang terjadi
pada lapisan endokardium (Endocarditis) yang terjadi pada demam rematik
akut dapat memicu proses yang lebih kronis yang pada akhirnya dapat
menghasilkan kerusakan katup jantung. Dengan kata lain, dapat menghasilkan
penyakit jantung rematik. Sekali penyakit katup rematik dimulai, katub
cenderung untuk terus memburuk dari waktu ke waktu. Episode berulang dari demam
rematik dapat mempercepat kerusakan pada katup jantung. Jadi kerusakan katub
jantung terjadi jika mengalami inflamasi atau peradangan berulang. Katup
jantung adalah struktur yang mengatur aliran darah searah melalui empat bilik
jantung. Sepanjang jalan, katup membuka atau menutup tergantung pada tekanan
pada setiap sisi.
Adanya reaksi autoimun (peradangan)
yang berulang dapat menyebabkan dinding dari katup jantung menebal karena
terbentuk jaringan parut (fibrosis), sehingga membatasi kemampuan katup untuk
membuka. Atau dapat menyebabkan perlengketan katup mitral, sehingga mencegah
katup untuk membuka dan menutup dengan benar. Gangguan pada katub mitral yang
terjadi ada dua kemungkinan yaitu stenosis atau infusiensi (regurgitasi).
Infusiensi berarti keadaan dimana suatu katub jantung harusnya menutup
sempurna, tetapi ini tidak terjadi, akibatnya akan terjadi aliran balik yang di
kenal dengan istilah regurgitasi. Stenosis berarti katubnya tertutup sempurna,
sehingga darah yang seharusnya dialirkan ke ruang atau bilik jantung yang lain
tidak terjadi. Masalah katup mekanik (baik stenosis dan regurgitasi) yang
disebabkan oleh penyakit jantung rematik sangat dapat meningkatkan beban kerja
pada otot jantung, dan sebagai akibatnya akan berkembang menjadi gagal jantung
setelah periode bertahun-tahun.
Perlu dicatat bahwa endokarditis
terlihat pada demam rematik (Endocarditis rematik) berbeda dari "
endokarditis infeksi " karena dalam demam rematik endokarditis tersebut
tidak disebabkan oleh infeksi bakteri langsung yang dibawah melalui aliran
darah ke jantung. Sebaliknya, endokarditis pada demam rematik disebabkan oleh
autoimun proses yang mempengaruhi banyak bagian tubuh di samping ke jantung,
dan dipicu oleh reaksi terhadap bakteri streptokokus yang menyebabkan radang
tenggorokan. Selain itu kelainan katub yang terjadi ini merupakan penyakit
jantung katup kronis yang dihasilkan oleh demam rematik berulang dan merupakan
kondisi permanen.
Katub-katub jantung yang terkena
yaitu katup mitral yang paling sering kena (65-70% ), katup aorta kedua
terbanyak (25%) dan ketiga katup trikuspid (10%) yang hampir selalu dikaitkan
dengan lesi katup mitral dan aorta. Sedangkan pada katup pulmonal jarang
terkena. Insufisiensi katup berat selama fase akut dapat menyebabkan gagal
jantung kongestif dan bahkan kematian (1% pasien). Akibat reaksi peradangan
autoimun yang terjadi selanjutnya adalah katub-katub jantung tersebut akan
mengalami fibrosis sehingga tidak bisa menutup dengan sempurna (Infusiensi),
akibatnya akan terjadi regurgitasi yaitu aliran balik darah melewati katub
jantung tersebut. Jika terjadi stenosis, justru aliran darah tidak bisa dipompa
keluar salah satu bilik jantung tergantung katub yang terkena, akibatnya terjadi
penumpukan darah dalam satu bilik jantung.
Jika yang terkena katub mitral, maka
seperti dijelaskan diatas, ada dua kemungkinan yaitu infusiensi ataupun
stenosis katub mitral. Sebelum kita mengetahui efek yang akan terjadi akibat
Stenosis ataupun infusiensi katub mitral, ada baiknya kita mengetahui dahulu
fisiologi dan anatomi jantung. Katub mitral terletak antara atrium kiri
dan ventrikel kiri. Atrium kiri adalah ruang jantung yang menerima darah yang
kaya oksigen dari pulmo melalui pembuluh vena pulmonalis sinister dan darah
tersebut kemudian disalurkan ke ventrikel kiri melalui katub mitral.
Infusiensi mitral. Ini berarti katub
mitral yang seharusnya menutup pada saat ventrikel kiri berkontraksi, tidak
menutup sempurna, sehingga terjadi kebocoran (regurgitasi). Regurgitasi Katup
Mitral adalah kebocoran aliran balik melalui katup mitral setiap kali
ventrikel kiri berkontraksi memompa darah dari jantung menuju ke aorta,
sehingga sebagian darah mengalir kembali ke dalam atrium kiri dan menyebabkan
meningkatnya volume dan tekanan di atrium kiri, karena meningkatnya tekanan dan
volume di atrium kiri, maka darah akan balik ke paru, melalui pembuluh darah
paru-paru. Terjadi peningkatan tekanan darah di dalam pembuluh yang berasal
dari paru-paru, yang mengakibatkan penimbunan cairan (kongesti di dalam
paru-paru.
Pada awalnya, biasanya tidak
menunjukan gejala, kelainannya bisa dikenali hanya jika dokter melakukan
pemeriksaan dengan stetoskop, dimana terdengar murmur yang khas, yang
disebabkan pengaliran kembali darah ke dalam atrium kiri ketika ventrikel kiri
berkontraksi. Secara bertahap, ventrikel kiri akan membesar untuk meningkatkan
kekuatan denyut jantung, karena ventrikel kiri harus memompa darah lebih banyak
untuk mengimbangi kebocoran balik ke atrium kiri. Ventrikel yang membesar dapat
menyebabkan palpitasi (jantung berdebar keras), terutama jika penderita
berbaring miring ke kiri. Atrium kiri juga cenderung membesar untuk menampung
darah tambahan yang mengalir kembali dari ventrikel kiri. Atrium yang sangat
membesar sering berdenyut sangat cepat dalam pola yang kacau dan tidak teratur
(fibrilasi atrium), yang menyebabkan berkurangnya efisiensi pemompaan jantung.
Pada keadaan ini atrium betul-betul hanya bergetar dan tidak memompa;
berkurangnya aliran darah yang melalui atrium, memungkinkan terbentuknya bekuan
darah. Jika suatu bekuan darah terlepas, ia akan terpompa keluar dari jantung
dan dapat menyumbat arteri yang lebih kecil sehingga terjadi stroke atau
kerusakan lainnya. Regurgitasi yang berat akan menyebabkan berkurangnya aliran
darah sehingga terjadi gagal jantung, yang akan menyebabkan batuk, sesak nafas
pada saat melakukan aktivitas dan pembengkakan tungkai.
Stenosis mitral. Mitral stenosis
merupakan penyempitan katup mitral yang disebabkan penebalan daun katup,
komisura yang menyatu dan korda tendinae yang menebal dan memendek sehingga
mengakibatkan aliran darah mengalami hambatan atau aliran darah melalui katup
tersebut akan berkurang. Secara normal pembukaan katub mitral adalah selebar
tiga jari. Pada kasus stenosis berat terjadi penyempitan lumen sampai selebar
pensil, sehingga darah yang seharusnya dipompa oleh atrium kiri ke ventrikel
kiri menjadi terhambat, akibat yang terjadi adalah :
ü Pada atrium kiri harus menghasilkan tekanan yang lebih besar
untuk mendorong darah melewati katup yang sempit sehingga terjadi Hipertrofi
atrium kiri untuk meningkatkan kekuatan memompa darah dan Dilatasi atrium kiri
terjadi karena volume atrium kiri meningkat karena ketidakmampuan atrium untuk
mengosongkan diri secara normal. akibat dari peningkatan tekanan dan volume
atrium kiri maka, tekanan ditransmisikan ke pembuluh darah paru dan menyebabkan
hipertensi pulmonal, Jika stenosisnya berat, tekanan darah di dalam atrium kiri
dan tekanan darah di dalam vena paru-paru meningkat, sehingga terjadi gagal
jantung kanan, dimana cairan tertimbun di dalam paru-paru (edema
pulmoner). Pembesaran atrium kiri sendiri bisa mengakibatkan fibrilasi
atrium, dimana denyut jantung menjadi cepat dan tidak teratur.
ü Pada ventrikel kiri, karena pengisian ventrikel kiri
tergantung pada tendangan atrium. Hilangnya tendangan atrium karena fibrilasi
atrium dapat menyebabkan penurunan tajam dalam output jantung sehingga terjadi
keadaan gagal jantung kongestif. Gagal jantung kongestif adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen. Mekanisme yang
mendasar tentang gagal jantung konestif termasuk kerusakan sifat kontraktil
dari jantung (salah satunya fibrilasi atrium), yang mengarah pada curah jantung
kurang dari normal.
ü Gambaran klinis stenosis mitral ditentukan oleh tekanan
atrium kiri, curah jantung, dan resistensi vaskular paru. Dengan peningkatan
tekanan atrium kiri, komplians paru berkurang sehingga pasien menjadi lebih
sesak, karena terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan
mengganggu pertukaran gas (dipsnu). Awalnya, sesak napas hanya terjadi bila
denyut jantung meningkat. Bila derajat keparahan lesi meningkat pasien menjadi
Ortopnu. Ortopnea adalah gangguan respirasi yang terjadi saaat pasien berbaring
sehingga memaksanya untuk duduk. Sebelum onset dipsnu paroksismal, batuk
nocturnal mungkin merupakan satu-satunya gejala peningkatan tekanan atrium
kiri. Pada beberapa pasien, terutama dengan pasien stenosis mitral berat,
tekanan artei pulmonalis meningkat secara tidak porposional, yang disebut
sebagai hipertensi paru. Keluhan dapat berupa takikardi, dispneu, takipnea dan
ortopnea, dan denyut jantung tidak teratur. Tak jarang terjadi gagal jantung,
tromboemboli serebral atau perifer dan batuk darah (hemoptisis) akibat pecahnya
vena bronkialis. Jika kontraktilitas ventrikel kanan masih baik, sehingga
tekanan arteri pulmonalis belum tinggi sekali, keluhan lebih mengarah pada
akibat bendungan atrium kiri, vena pulmonal dan interstitial paru. Jika
ventrikel kanan sudah tak mampu mengatasi tekanan tinggi pada arteri
pulmonalis, keluhan beralih ke arah bendungan vena sistemik, terutama jika
sudah terjadi insufisiensi trikuspid dengan atau tanpa fibrilasi atrium. Jika
stenosisnya berat, tekanan darah di dalam atrium kiri dan tekanan darah di
dalam vena paru-paru meningkat, sehingga terjadi gagal jantung, dimana cairan
tertimbun di dalam paru-paru (edema pulmoner).
Jika terkena katub aorta maka akan
terjadi infusiensi atau stenosis katub aorta juga. Katub aorta terletak antara
ventrikel kiri dan aorta. ventrikel kiri adalah ruang jantung yang memerima
darah yang kaya oksigen dari atrium kiri melalui katub mitral dan memompa darah
ke seluruh tubuh melalui katub aorta menuju ke pumbuluh darah besar atau
aorta.
1.
Stenosis katub aorta
Stenosis Katup Aorta adalah kerusakan katup jantung yang
ditandai dengan penyempitan katup aorta pada jantung, yang mana hal ini
membatasi kemampuan katup untuk membuka sepenuhnya. Aorta adalah pembuluh
arteri utama yang membawa darah keluar dari jantung. Biasanya ketika darah
mengalir keluar meninggalkan jantung, katup aorta akan terbuka agar darah dapat
mengalir masuk ke dalam aorta. Pada stenosis aorta, katup aorta tidak terbuka
sepenuhnya.
o Penyakit Demam rematik dapat menyebabkan stenosis katub
aorta, dimana infeksi streptococus beta hemoliticus grup A, akan merangsang
pembentukan antibodi, antibodi yang terbentuk ini, kemudian bereaksi silang
dengan bagian tubuh lain termasuk jantung, terutama katup jantung. Peradangan
katup dapat berkembang. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan permanen dan
menyebabkan penebalan dan jaringan parut beberapa tahun kemudian, terutama pada
katub aorta, sehingga katub menjadi sempit.
o Jika penyempitan menjadi lebih buruk, ventrikel kiri harus
bekerja lebih keras untuk memompa darah ke aorta. Dinding ventrikel menjadi
menebal (hipertrofi). Jika tidak diobati, akan menyebabkan gagal
jantung. Gejala yang kemudian dapat berkembang meliputi:
§ Nyeri dada dimana disebabkan karena otot jantung yang
menebal sehingga harus memompa dan melawan tekanan yang tinggi agar darah bisa
melalui klep/katup jantung yang menyempit. Kondisi ini menuntut suplai oksigen
yang lebih banyak daripada yang dikirim oleh darah sehingga menyebabkan nyeri
dada.
§ Pinsan atau sinkop dan pusing yang disebabkan karena adanya
stenosis, menyebabkan suplai darah ketubuh berkurang, sehingga pembuluh darah
di tubuh akan mengalami vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah) sehingga menyebabkan
penurunan tekanan darah. Hal ini menyebabkan otak kekurangan suplai oksigen
sehinga penderita stenosis katup aorta akan pingsan. Pingsan juga dapat terjadi
ketika curah jantung menurun oleh denyut jantung tidak teratur ( aritmia
).
§ Sesak napas ini menunjukan adanya gagal jantung , dimana
gagal jantung ini terjadi karena kegagalan otot jantung untuk mengkompensasi
beban yang ekstrim dari adanya stenosis aorta. Sesak napas disebabkan oleh
peningkatan tekanan di pembuluh darah paru-paru karena meningkatnya tekanan
yang dibutuhkan untuk mengisi ventrikel kiri. Awalnya, sesak napas terjadi
hanya selama kegiatan., lalu berkembang menjadi sesak napas padai saat
istirahat bahkan menjadi sesak nafas pada posisi berbaring (ortopnea).
2.
Insufisiensi
aorta
Insufisiensi aorta ( AI ) adalah
kondisi di mana katup aorta tidak menutup secara efisien sehingga memungkinkan
darah bocor kembali ke ruang jantung ventrikel kiri, padahal darah tersebut
seharusnya terpompa ke aorta, sehingga disebut juga regurgitasi aorta. Karena
kebocoran katup aorta saat pengisian (diastolik), maka sebagian darah dalam
aorta, yang biasanya bertekanan tinggi, akan mengalir ventrikel kiri,
sehingga ventrikel kiri harus mengatasi keduanya, yaitu mengirim darah yang
secara normal diterima dari atrium kiri maupun darah yang kembali dari aorta.
Ventrikel kiri kemudian melebar dan hipertrofi untuk mengakomodasi peningkatan
volume ini, demikian juga akibat tenaga mendorong yang lebih dari normal untuk
memompa darah, menyebabkan tekanan darah untuk mendorong darah keluar
(sistolik) meningkat. Sistem kardiovaskuler berusaha mengkompensasi melalui
refleks dilatasi pembuluh darah dan arteri perifer melemas, sehingga tahanan
perifer menurun dan tekanan diastolik turun drastis. Perubahan hemodinamik
keadaan akut dapat dibedakan dengan keadaan kronik. Kerusakan akut timbul pada
pasien tanpa riwayat insufisiensi sebelumnya. Ventrikel kiri tidak punya cukup
waktu untuk beradaptasi terhadap insufisiensi aorta. Peningkatan secara
tiba-tiba dari tekanan diastolik akhir ventrikel kiri bisa timbul dengan
sedikit dilatasi ventrikel. Pada tahap kronik, faktor miokard primer atau lesi
sekunder seperti penyakit koroner dapat menurunkan kontraktilitas miokard
ventrikel kiri dan menimbulkan peningkatan volume diastolik akhir serta
penurunan fraksi ejeksi. Selanjutnya dapat meningkatkan tekanan atrium kiri dan
hipertensi vena pulmonal.
Gejala klinis kadang-kadang pasien
datang dengan keluhan adanya pulsasi arteri karotis yang nyata serta denyut
pada apeks saat pasien berbaring ke sisi kiri. Bisa juga timbul denyut jantung
prematur, oleh karena isi sekuncup besar setelah diastolik yang panjang. Pada
pasien insufisiensi aorta kronik bisa timbul gejala-gejala gagal jantung,
termasuk sesak saat aktivitas , sesak pada saat berbaring (ortopnea) dan
paroxysmal nocturnal dyspnea (sesak dan batuk pada malam hari), edema paru, dan
kelelahan. Palpitasi (aritmia) dan angina pektoris juga dapat dirasakan.
Angina cenderung timbul waktu istirahat saat timbulnya bradikardi dan lebih lama
menghilang daripada angina akibat penyakit koroner saja. Dalam kasus akut
mungkin ada sianosis (kebiruan) dan kejutan (Syok).
Jika terkena katup trikuspid
kemungkinan yang terjadi akan sama yaitu stenosis dan infusiensi. Katup antara
atrium kanan dan ventrikel kanan mempunyai tiga buah daun katup disebut katup
trikuspidalis. Ventrikel kanan adalah ruang jantung yang menerima darah yang
kaya akan karbondioksida dari atrium kanan melalui katub trikuspidalis. Selain
itu ventrikel kanan juga berfungsi berfungsi memompa darah ke pulmo melalui
katup pulmonalis dan disalurkan ke pulmo (paru-paru) oleh pembuluh arteri
pulmonalis sinister.
3.
Stenosis
katub tricuspid
Stenosis Katup Trikuspid adalah suatu kelainan pada katup
jantung yang ditandai dengan penyempitan (stenosis) katup trikuspid. Katup
trikuspid adalah katup jantung yang terletak diantara ruang jantung kanan atas
(atrium kanan) dan ruang jantung kanan bawah (ventrikel kanan). Katup ini
mengontrol aliran darah dari atrium kanan ke ventrikel kanan. Ketika atrium
kanan berkontraksi, katup trikuspid terbuka agar darah dapat mengisi ventrikel
kanan. Pada stenosis katup trikuspid, katup trikuspid menjadi kaku dan tidak
terbuka sepenuhnya, ini terjadi karena daun katup menjadi menebal dan
mengalamii sclerosis akibat peradangan atau proses autoimun dari demam rematik.
Hal ini mengurangi aliran darah yang masuk kedalam ventrikel kanan, yang
nantinya akan mengurangi jumlah darah yang dipompa keluar dari jantung ke
paru-paru, dan disertai dengan edema perifer dan hepatomegali. Banyaknya darah
yang berkumpul di atrium kanan, meningkatkan tekanan dan beban kerja dari
atrium kanan, yang dapat menyebabkan pembesaran atrium kanan.
Gejala klinis akibat Stenosis katub tricuspid akan terlihat
dimana penderita bisa mengalami palpitasi (jantung berdebar) atau pulsasi
(denyut nadi yang keras) di leher, seluruh badan terasa lelah dan kulit menjadi
dingin (karena curah jantung yang rendah), rasa tidak nyaman pada kuadran kanan
atas perut (karena pembesaran hati, asites dan edema perifer). Distensi vena
jugularis dapat terjadi, meningkat dengan inspirasi (tanda Kussmaul). Wajah
mungkin menjadi kehitaman dan vena kulit kepala dapat melebarkan ketika pasien
berbaring (tanda suffusion).
4.
Infusiensi katub
tricuspid
Infusiensi katub trikuspid adalah kebocoran pada katup
trikuspidalis yang terjadi setiap kali ventrikel kanan berkontraksi (systole).
Pada regurgitasi katup trikuspidalis, ketika ventrikel kanan berkontraksi, yang
terjadi bukan hanya pemompaan darah ke paru-paru, tetapi juga pengaliran
kembali sejumlah darah ke atrium kanan. Kebocoran ini akan menyebabkan
meningkatnya tekanan di dalam atrium kanan dan menyebabkan pembesaran atrium
kanan. Tekanan yang tinggi ini diteruskan ke dalam vena yang memasuki atrium,
sehingga menimbulkan tahanan terhadap aliran darah dari tubuh yang masuk ke
jantung.
Tanda dan gejala Regurgitasi Trikuspid yang mungkin timbul
dapa t berupa : Berkurangnya produksi air seni (oliguria), Denyut yang aktif di
urat nadi leher, Kaki yang bengkak, Kelelahan, Mati rasa dan kesemutan pada
tangan, Memiliki perasaan subyektif dari denyut jantung tidak normal yang tidak
teratur atau cepat (jantung berdebar), Pembengkakan pada mata kaki,
Pembengkakan perut, Pembesaran ujung jari dengan kelengkungan kuku yang tidak
normal (jari tabuh), Sesak nafas, Suatu perasaan penuh yang konstan pada
kuadran kanan atas perut. Katub pulmonal jarang terkena akibat reaksi autoimun
yang disebabkan oleh adanya demam rematik. Katup pulmonal, terletak antara
arteri pulmonalis dan ventrikel kanan. Efek reaksi autoimun pada demam rematik
yang mempengaruhi katub pulmonal jantung jarang terjadi, sehingga gangguan pada
katub pulmonal kibat demam rematik tidak dijelaskan secara terperinci
F.
Efek akibat peradangan (autoimun)
pada lapisan myocardium dan pericardium jantung
Miokarditis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan
peradangan pada otot jantung yang terletak di lapisan tengah (miokardium)
dinding jantung. Biasanya disebabkan oleh berbagai infeksi salah satunya demam
reumatik. Kondisi ini dapat memperlemah kegiatan memompa jantung, mengurangi
kemampuan jantung untuk memompa darah keseluruh tubuh. Pada kasus-kasus yang
ringan, penyakit ini tidak memperlihatkan adanya gejala. Ketika miokarditis
bertambah parah, hal ini dapat menyebabkan otot jantung menjadi lemah dan
menimbulkan berbagai tanda dan gejala klinis. Pada lapisan miokardium jantung
terdapat miosin. Miosin adalah sebuah protein yang seringkali bertindak
bersama-sama dengan aktin untuk menghasilkan kontraksi suatu otot, salah
satunya pada miokardium yang merupakan lapisan otot jantung. Stuktur protein
pada myosin yang terdapat pada otot jantung homolog dengan stuktur protein M
pada dinding sel bakteri streptococus sehingga antibody yang terbentuk bereaksi
silang dengan stuktur miosin yang terdapat pada miokardium jantung sehingga
reaksi yang terbentuk merupakan reaksi autoimun.
Miokarditis adalah infeksi Anda miokardium dan daerah khusus
peradangan yang disebut badan Aschoff atau nodul Aschoff terjadi di daerah
ini. Peradangan ini akan mempengaruhi aktivitas listrik jantung, dan
menyebabkan irama jantung yang aneh disebut aritmia. Nodul ini merupakan
hasil dari peradangan di otot jantung dan merupakan ciri khas dari penyakit
jantung rematik. Nodul ini ditemukan oleh Ludwig Aschoff dan Paul Rudolf
Geipel, dan untuk alasan ini mereka menyebut nodul ini sebagai badan
Aschoff-Geipel. Nodul ASCHOFF berbentuk bulat atau fusiform struktur kecil yang
berbeda, dengan ukuran 1-2mm, terutama ditemukan di sekitar pembuluh darah
kecil dalam miokardium.
Perikarditis ialah peradangan pericardium viseralis dan
parietalis dengan atau tanpa disertai timbulnya cairan dalam rongga perikard
yang baik bersifat transudat atau eksudat maupun seraosanguinis atau purulen
dan disebabkan oleh berbagai macam penyebab salah satunya Demam
rematik. Perikarditis bermula dari adanya proses peradangan yang
diakibatkan oleh reaksi autoimun pada demam rematik yang dapat menimbulkan
penumpukan cairan efusi dalam rongga perikardium dan dapat menimbulkan kenaikan
tekanan intrakardial. Kenaikan tekanan tersebut akan mempengaruhi daya
kontraksi jantung, sehingga akhirnya dapat menimbulkan proses fibrotik dan
penebalan perikardial, setelah lama kelamaan maka akan terjadi kontriksi
perikardial dengan pembentukan cairan, jika berlangsung secara kronis maka akan
menyebabkan fibrosis (pembentukan jaringan ikat fibrosa yang berlebihan dalam
suatu organ atau jaringan dalam sebuah proses reparatif atau
reaktif). Penderita tampak seperti mengalami gagal jantung kronik. Keluhan
disebabkan oleh penurunan curah jantung seperti lelah, takikardia, dan bengkak.
Pemeriksaan fisik menunjukkan tanda gagal jantung kanan seperti peningkatan
tekanan vena jugularis dan tanda kusmaule, hepatomegali, asites, dan edema
pretibial
G.
Patologi atau perubahan fungsi dan
struktur, mulai tingkat molekuler sampai pengaruhnya
Dasar kelainan patologi demam reumatik ialah reaksi
inflamasi eksudatif dan proliferatif jaringan mesenkim. Kelainan yang menetap
hanya terjadi pada jantung; organ lain seperti sendi, kulit, pembuluh darah,
jaringan otak dan lain-lain dapat terkena tetapi selalu reversibel. Proses
patologis pada demam reumatik melibatkan jaringan ikat atau jaringan kolagen. Meskipun
proses penyakit adalah difus dan dapat mempengaruhi kebanyakan jaringan tubuh,
manifestasi klinis penyakit terutama terkait dengan keterlibatan jantung,
sendi, dan otak
Keterlibatan jantung pada demam reumatik dapat mengenai
setiap komponen jaringannya. Proses radang selama karditis akut paling sering
terbatas pada endokardium dan miokardium, namun pada pasien dengan miokarditis
berat, perikardium dapat juga terlibat. Beberapa dengan pada penyakit kolagen
lain seperti lupus eritematosus sistematik atau artristis reumatoid juvenil
(pada kedua penyakit ini serositas biasanya ditunjukkan oleh perikarditis),
pada demam reumatik jarang ditemukan perikaditis tanpa endokarditis atau
miokarditis. Perikaditis pada pasien reumatik bisanya menyatakan adanya pankarditis
atau perluasan proses radang.
Penemuan histologis pada karditis reumatik akut tidak selalu
spesifik. Tingkat perubahan histologis tidak perlu berkolerasi dengan derajat
klinis. Pada stadium awal, bila ada dilatasi jantung, perubahan histologis dapat
minimal, walaupun gangguan fungsi jantung mungkin mencolok. Dengan berlanjutnya
radang, perubahan eksudatif dan proliferatif menjadi lebih jelas. Stadium ini
ditandai dengan perubahan edematosa jaringan, disertai oleh infiltrasi selular
yang terdiri dari limfosit dan sel plasma dengan beberapa granulosit.
Fibrinoid, bahan granular eusinofil ditemukan tersebar di seluruh jaringan
dasar. Bahan ini meliputi serabut kolagen ditambah bahan granular yang berasal
dari kolagen yang sedang berdegenerasi dalam campuran fibrin, globulin, dan
bahan-bahan lain. Jaringan lain yang terkena oleh proses penyakit, seperti
jaringan sendi, dapat menunjukkan fibrinoid; hal ini dapat juga terjadi dalam
jaringan yang sembuh pada pasien penyakit kolagen lain.
Pembentukan sel Aschoff atau benda Aschoff diuraikan oleh
Aschoff pada tahun 1940, menyertai stadium di atas. Lesi patognomonis ini
terdiri dari infiltrat perivaskular sel besar dengan inti polimorf dan
sitoplasma basofil tersusun dalam roset sekeliling pusat fibrinoid yang avaskular.
Beberapa sel mempunyai inti banyak, atau mempunyai ’inti mata burung hantu’
dengan titik-titik dan fibril eksentrik yang menyebar ke membran inti, atau
mempunyai susunan kromatin batang dengan tepi gigi gergaji dan nukleus
kisi-kisi atau lingkaran yang melilit. Sel-sel yang khas ini disebut monosit
Anitschkow. Benda Aschoff dapat ditemukan pada setiap daerah miokardium tetapi
paling sering ditemukan dalam jaringan aurikular kiri. Benda Aschoff ditemukan
paling sering dalam jaringan miokardium pasien yang sembuh dari miokarditis
reumatik subakut atau kronik. Sel Aschoff dapat tampak dalam fase akut; mungkin
pasien ini menderita karditis kronik dengan kumat demam reumatik. Jarang sel
Aschoff ditemukan dalam jaringan jantung pasien tanpa riwayat demam reumatik.
Reaksi radang juga
mengenai lapisan endokardium yang mengakibatkan endokarditis. Proses
endokarditis tersebut mengenai jaringan katup serta dinding endokardium. Radang
jaringan katup menyebabkan manifestasi klinis yang mirip karditis reumatik.
Yang paling sering terlibat adalah katup mitral, disusul katup aorta. Katup
trikuspid jarang terlibat, dan katup pulmonal jarang sekali terlibat.
Tinjauan etiologi penyakit katup oleh Roberts menunjukkan
bahwa etiologi reumatik 70% dari kasus dapat berasal dari penyakit katup mitral
murni (isolated) dan hanya 13% dari kasus yang berasal dari penyakit katup
aorta murni. Pada pasien yang kedua katupnya (mitral dan aorta) terlibat,
kemungkinan etiologi reumatik adalah 97%. Radang awal pada endokarditis dapat menyebabkan
terjadinya insufisiensi katup. Penemuan histologis dalam endokarditis terdiri
dari edema dan linfiltrasi selular jaringan katup dan korda tendine. Lesi yang
khas endokarditis reumatik adalah ’tambalan (patch) MacCallum’, daerah jaringan
menebal yang ditemukan dalam atrium kiri, yakni di atas dasar daun katup mitral
posterior. Degenerasi hialin pada katup yang terkena akan menyebabkan
pembentukan veruka pada tepinya, yang akan menghalangi pendekatan daun-daun
katup secara total dan menghalangi penutupan ostium katup. Dengan radang yang
menetap, terjadilah fibrosis dan klasifikasi katup. Klasifikasi mikroskopik
dapat terjadi pada pasien muda dengan penyakit katup reumatik. Jikalau tidak
ada pembalikan proses dan penyembuhan, proses ini akhirnya akan menyebabkan
stenosis dan perubahan pengapuran yang kasar, yang terjadi beberapa tahun
pascaserangan.
Pasien dengan pankarditis, di samping menderita miokarditis
juga menderita perikarditis. Eksudat fibrin menutupi permukaan viseral maupun
sisi permukaan serosa (serositis), dan cairan serohemoragis yang bervariasi
volumenya berada dalam rongga perikardium.
H.
Pengobatan penyakit jantung rematik
Cara terbaik untuk menangani penyakit jantung rematik,
jelas, adalah untuk mencegahnya. Penyakit jantung rematik adalah
komplikasi dari demam rematik. Jadi cara terbaik untuk mencegah penyakit
jantung rematik adalah dengan mencegah episode demam rematik. Pencegahan ini
ada dua yaitu pencegahan primer maupun pencegahan sekunder. Pencegahan primer
demam rematik akut (pencegahan serangan awal) dicapai dengan pengobatan infeksi
tenggorokan akut yang disebabkan oleh kelompok streptokokus A.Orang-orang yang
telah mengalami serangan sebelumnya demam rematik beresiko tinggi untuk
serangan berulang, yang memperburuk kerusakan jantung. Pencegahan serangan
berulang dari demam rematik akut dikenal sebagai pencegahan sekunder. UNTUK
PENCEHAN DAPAT DIBACA PADA PENATALKSANAAN DEMAM REMATIK
Pengobatan karditis reumatik ini tetap paling kontroversial,
terutama dalam hal pemilihan pasien untuk diobati dengan aspirin atau harus
dengan steroid. Meski banyak dokter secara rutin menggunakan steroid untuk
semua pasien dengan kelainan jantung, penelitian tidak menunjukkan bahwa
steroid lebih bermanfaat daripada salisilat pada pasien karditis ringan atau
sedang. Rekomendasi untuk menggunakan steroid pada pasien pankarditis berasal
dari kesan klinis bahwa terapi ini dapat menyelamatkan pasien. Digitalis
diberikan pada pasien dengan karditis yang berat dan dengan gagal jantung;
digoksin lebih disukai dipakai pada anak. Dosis digitalisasi total adalah 0,04
sampai 0,06 mg/kg, dengan dosis maximum 1,5 mg. Dosis rumatnya adalah antara
sepertiga samapai seperlima dosis digitalisasi total, diberikan dua kali
sehari. Karena beberapa pasien miokarditis sensitif terhadap digitalis, maka
dianjurkan pemberian diitalisasi lambat. Penggunaan obat jantung alternatif
atau tambahan dipertimbangkan bila pasien tidak berespons terhadap digitalis.
Tirah baring dianjurkan selama masa kariditis akut. pasien kemudian harus
diizinkan untuk melanjutkan kembali aktivitasnya yang normal secara bertahap.
Hindarkan pemulihan aktivitas yang cepat pada pasien yang sedang menyembuh dari
karditis berat. Sebaliknya, kita harus mencegah praktek kuno yang mengharuskan
tirah baring untuk waktu yang lama sesudah karditis stabil dan gagal jantung
mereda, karena takut memburuk atau kumatnya karditis. Meskipun telah ada
pedoman tirah baring, namun dalam pelaksanaannya harus disesuaikan kasus demi
kasus. Jika sudah ada kerusakan permanen pada jantungnya, terutama katub
jantung, maka pengobatan yang dilakukan hanyalah dengan pembedahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar