Senin, 27 Oktober 2014

sistem pencernaan pada Hisprung

Hisprung


A.   Latar Belakang
Penyakit hisprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan pergerakan usus yang di mulai dari spingter ani internal kearah proksimal dengan panjang yang bervariasi dan termasuk anus dan sampai rectum. Penyakit hisprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang dapat muncul pada semua usia akan tetapi yang paling sering pada neonatus.
Penyakit hisprung juga di katakan sebagai suatu kelainan kongenital di mana tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon keadaan abnormal tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara spontan, spingter usus tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah keluarnya feses secara spontan, kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke bagian segmen yang tidak adalion dan akirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus proksimal.
Pasien dengan penyakit hisprung pertama kali di laporkan oleh Frederick ruysch pada tahun 1691 tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald Hirschprung yang mendiskripsikan megakolon kongential pada tahun 1863. Namun patofisiologi terjadi penyakit ini tidak di ketahui secara jelas hingga tahun 1938, di mana Robertson dan kernohan menyatakan bahwa megakolon yang di jumpai pada kelainan ini di sebabkan oleh gangguan peristaltic di bagian distal usus defisiensi ganglion.
Penyakit hisprung terjadi pada 1:5000 kelahiran hidup, insidensi hisprung di Indonesia tidak di ketahui secara pasti, tetapi berkisar 1di antara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka di prediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit hisprung.
Insiden keseluruhan dari penyakit hisprung 1:5000 kelahiran hidup, laki-laki lebih banyak di serang di bandingkan perempuan (4:1). Biasanya penyakit hisprung terjadi pada bayi aterm dan jarang pada bayi prematur. Penyakit ini mungkin di sertai dengan cacat bawaan dan termasuk sindrom down, sindrom waardenburg serta kelainan kardiovaskuler.

A.    KONSEP DASAR
1.      Definisi hisprung
Penyakit hisprung juga di sebut kongential aganglionik megakolon. Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi kelumpuhan usus besar dalam menjalankan fungsinya sehingga usus menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap individu. Penyakit hsprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada usus, dapat dari kolon sampai pada usus halus (ngastiyah 1997 : 138).
Penyakit hisprung adalah anomaly kongential yang mengakibatkan obstruksi mekanik karena ketidak adekuatan motilitas sebagian dari usus (Donna L. Wong 2003 : 507)

2.      Macam-macam penyakit hisprung
a.       Penyakit hisprung segmen pendek
Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid. Ini merupakan 70% dari kasus penyakit hisprung dan lebih sering di temukan anak laki-laki di banding perempuan
b.      Penyakit hisprung segmen panjang
Keainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus halus. Di temukan sama banyak pada anak laki-laki maupun perempuan.

3.      Etiologi hisprung
a.       Mungkin adanya kegagalan sel-sel “Neural Crest” embrional yang berimigrasi ke dalam dinding usus atau kegagalan pleksus mencenterikus dan submukoisa untuk berkemabng kea rah kranio kaudal di dalam dinding usus.
b.      Di sebabkan oleh tidak adanya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon.
c.       Sebagian besar segmen yang aganglion mengenai rectum dan bagian bawah kolon sigmoid dan terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon.
d.      Pada anak dengan down sindrom

4.      Tanda dan gejala
a.       Tidak ada pengeluaran mekonium (keterlambatan > 24 jam )
b.      Muntah berwarna hjau
c.       Distensi abdomen
d.      Konstipasi
e.       Terganggu tumbang
f.       Feses berbentuk cair, butir-butir dan seperti pita
g.      Perut membesar dan membuncit

5.      Patofisiologi
Istilah congential aganglion mega colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglion hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong (peristaltic) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada mega colon (Betz, Cecily & Sowden).
Semua ganglion pada intramular plexus dalam usus berguna untuk control kontraksi dan relaksasi peristaltic secara normal. Isi usus mendorong segmen aganglionik dan feses terkumpul di daerah tersebut, menyebabkan terdilatasi bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan bagian colon tersebut melebar (Price S & wilson).

6.      Manifestasi klinis
Menurut Suriadi 2001 : 242
a.       Kegagalan lewatya mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan
b.      Konstipasi kronik mulai dari bulan pertama kehidupan dengan terlihat tinja seperti pita.
c.       Obstruksi usus dalam periode neonatal.
d.      Nyeri abdomen dan distensi
e.       Gangguan pertumbuhan
Menurut mansjoer 2000 : 308
a.       Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evaluasi mekonium.
b.      Keterlambatan evaluasi mekonium diikuti obstruksi periodic yang membaik secara spontan maupun dengan edema.
c.       Gejala ringan berupa konstipasi sekama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut
d.      Konstruksi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Diare berbau busuk dapat menjadi satu-satunya gejala.
e.       Gejala hanya konstipasi ringan
 Masa neonatal :
a.       Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir
b.      Muntah berisi empedu
c.       Enggan minum
d.      Distensi abdomen
Masa bayi dan anak-anak
a.       Konstipasi
b.      Diare berulang
c.       Tinja seperti pita, berbau busuk
d.      Distensi abdomen
e.       Gagal tumbuh

7.      Komplikasi
a.       Gawat pernapasan (akut)
b.      Enterokolitis (akut)
c.       Strikutura ani (pasca bedah)
d.      Inkontinensia (jangka panjang)
e.       Obstruksi usus
f.       Ketidakseimbangancairan dan elektrolit
g.      Konstipasi

8.      Pemeriksaan diagnostic
Menurut ngatsiyah 1997 : 139
a.       Biopsy isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat penghisap dan mencari sel ganglion pada daerah submukosa.
b.      Biopsy otot rectum, yakni pengambilan lapisan otot rectum di lakukan di bawah narkos. Pemeriksaan ini bersifat traumatic.
c.       Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin dari hasil biopsy asap. Pada penyakit ini khas terdapat peningkatan aktivitas enzim asetilkolin enterase
d.      Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus.
Menurut Betz 2002 : 197
a.       Foto abdomen untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon
b.      Enema barium untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon
c.       Biopsy rectal untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion
d.      Manometri anorektal untuk mencatat respon reflex spingter interna dan ekstern 

9.      Penatalaksanaan
Pembedahan hisprung dilakukan dalam 2 tahap yaitu di lakukan loop atau doble barrel sehinga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertropi dapat kembali normal  (memerlukan waktu 3-4 bulan), lalu di lanjutkan dengan 1 dari 3 berikut
a.       Prosedur Duhamel, pemeriksaan kolon normal kearah bawah dan menganastomosikanya di belakang usus aganglionik.
b.      Prosedur Swenson, di lakukan anastomosis dan sampai pada kolon berganglion dengan saluran anal yang di batasi.
c.       Prosedur saave, dinding otot dari segmen rectum dibiarkan tetap utuh. Kolon yang bersaraf normal di tarik sampai ke anus.
d.      Intervensi bedah, ini terdiri dari pengangkatan ari segmen usus aganglionik yang mengalami obstruksi, pembedehan rekto sigmoidektomi di lakukan tehnik pull through dapat di capai dengan prosedur tahap pertama, tahap kedua atau ketiga, rekto sigmoidoskopi di dahului oleh suatu kolostomi

B.     ASUHAN KEPERAWATAN HISPRUNG
1.      Pengkajian
a.       Informasi identitas / data dasar meliputi, nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat tanggal pengkajian, pemberi informasi.
b.      Keluhan utama
Masalah yang di rasakan klien yang sanggat mengganggu pada saat di lakukan pengkajian pada klien hisprung misalnya sulit BAB, distensi abdomen, kembung dan muntah.
c.       Riwayat kesehatan sekarang
Yang di perhatikan adanya keluhan keluar setelah 24 jam setelah lahir, distensi abdomen dan muntah hijau atau fekal. Tanyakan sudah berapa lama di rasakan pasien dengan tanyakan bagaimana upaya klien mengatasi masalah tersebut
d.      Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah sebelumnya klien pernah melakukan oprasi, riwayat kehamilan persalinan dan kelahiran riwayat alergi imunisasi.
e.       Riwayat nutrisi
Meliputi masukan diet anak dan pola makan anak
f.       Riwayat psikologis
Bagaimana perasaan klien terhadap kelainan yang diderita apakah ada perasaan diri atau bagaimana cara klien mengekspresikanya.
g.      Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarganya yang lain menderita hisprung

h.      Riwayat social
Apakah ada pendakan secara verbal atau adekuatnya dalam mempertahankan hubungan dengan orang lain
i.        Riwayat tumbuh kembang
Tanyakan sejak kapan, berapa lama klien merasakan sudah BAB.
j.        Riwayat kebiasaan sehari-hari
k.      Meliputi kebutuhan nutrisi, istirahat dan aktifitas
2.      Pemeriksaan fisik
a.       System integument
Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh pada palpasi dapat filihat capillary refill, warna kulit, edema kulit
b.      System respirasi
Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan
c.       System kardiovaskuler
Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama denyut nadi apical, frekuensi nadi / apical
d.      System penglihatan
Kaji adanya konjungtiva, rhinitis pada mata
e.       System gastrointestinal
Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus adanya kembung pada abdomen, adanya distensi abdomen,muntah (frekuensi dan karakteristik muntah) adanya kram, tenderns.
3.      Diagnose keperawatan
a.       Pre oprasi
-          Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya daya dorong.
-          Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat.
-          Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan muntah dan diare.
-          Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
b.      Post oprasi
-          Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi dan perbaikan pembedahan
-          Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan
-          Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kebutuhan nutrisi irigasi, pembedahan dan perawatan kolostomi.



4.      Intervensi keperawatan
a.       Pre oprasi
-          Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus tidak adanya daya dorong.
Tujuan : klien tidak mengalami gangguan eliminasi dengan criteria defekasi normal, tidak distensi abdomen
Intervensi :
Ø  Monitor cairan yang keluar dari kolostomi
Rasional : mengetahui warna dan konsistensi feses dan menentukan rencana selanjutnya.
Ø  Pantau jumlah cairan kolostomi
Rasional : jumlah cairan yang keluar dapat dipertimbangkan untuk penggantian cairan.
Ø  Pantau pengaruh diet terhadap pola defekasi
Rasional : untuk mengetahui diet yang mempengaruhi pola defekasi terganggu
-          Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yag inadekuat
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan criteria dapat mentoleransi diet sesuai kebutuhan secara parenteral atau per oral.
Intervensi :
Ø  Berikan nutrisi parenteral sesuai kebutuhan
Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan
Ø  Pantau pemasukan makanan selama perawatan
Rasional : mengetahui keseimbangan nutrisi sesuai kebutuhan 1300-3400 kalori
Ø  Pantau atau timbang berat badan
Rasional : untuk mengetahui perubahan berat badan
-          Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan muntah dan diare
Tujuan : kebutuhan cairan tubuh terpenuhi dengan criteria tidak mengalami dehidrasi, turgor kulit normal.
Intervensi :
Ø  Monitor tanda-tanda dehidrasi
Rasional : mengetahui kondisi dan menentukan langkah selanjutnya
Ø  Monitor cairan yang masuk dan keluar
Rasonal : untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh
Ø  Berikan cairan sesuai kebutuhan dan yang diprogramkan
Rasional : untuk mencegah terjadinya dehidrasi


-          Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen
Tujuan : kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan criteria tenang, tidak menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur
Intervensi :
Ø  Kaji terhadap nyeri
Rasional : mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah selanjutnya
Ø  Berikan tindakan kenyamanan : menggendong, suara halus, ketenangan
Rasional : upaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri
Ø  Kolaborasi dengan dokter pemberian obat analgesic sesuai program
Rasional : mengurangi persepsi terhadap nyeri yang kerjanya pada system pusat
b.      Post oprasi
-          Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi dan perbaikan pembedahan
Tujuan : memberikan perawatan perbaikan kulit setelah dilakukan oprasi
Intervensi :
Ø  Kaji insisi pembedahan, bengkak dan drainage
Ø  Berikan perawatan kulit untuk mencegah kerusakan kulit
Ø  Oleskan krim jika perlu
-          Nyeri berhubungan dengan insisipembedahan
Tujuan : kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan criteria tenang, tidak menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur.
Intervensi :
Ø  Observasi dan monitoring tanda skala nyeri
Rasional : mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah selanjutnya
Ø  Lakukan teknik pengurangan nyeri seperti teknik pijat punggung dan sentuhan
Rasional : upaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri
Ø  Kolaborasi dalam pemerian analgetik apabila di mungkinkan
Rasional : mengurangi persepsi terhadap nyeri yang kerjanya pada system pusat.
-          Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan irigasi, pembedahan dan perawatan kolostomi
Tujuan : pengetahuan keluraga pasien tentang cara menangani kebutuhan irigasi, pembedahan dan perawatan kolostomi tambah adekuat


Intervensi :
Ø  Kaji tingkat pengetahuan tentang kondisi yang di alami perawatan di rumah dan pengobatan
Ø  Ajarkan pada orang tua untuk mengekspresikan perasaan, kecemasan dan perhatian tentang irigasi rectal dan perawatan ostomi
Ø  Jelaskan perbaikan pembedahan dan proses kesembuhan
Ø  Ajarkan pada anak dengan membuat gambar-gambar sebagai ilustrasi misalnya bagaimana dilakukan irigasi dan kolostomi.
Ø  Ajarkan perawatan ostomi segera setelah pembedahan dan lakukan supervise saat orang tua melakukan perawatan ostomi
5.      Evaluasi
a.       Pre oprasi hisprung
-          Pola eliminasi berfungsi normal
-          Kebutuhan nutrisi terpenuhi
-          Kebutuhan cairan dapat terpenuhi
-          Nyeri pada abdomen teratasi
b.      Post oprasi hisprung
-          Integritas kulit lebih beik
-          Nyeri berkurang atau hilang
-          Pengetahuan meningkat tentang perawatan pembedahan terutama pembedahan kolon.



















BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Penyaki hisprung merupakan penyakit yang sering menimbulkan masalah. Baik masalah fisik, psikologi maupun psikososial. Masalah pertumbuhan dan perkembangan anak dengan penyakit hisprung yaitu terletak pada kebiasaan buang air besar. Orang tua yang mengusahakan agar anaknya bisa buang air besar dengan cara yang awam akan menimbulkan masalah baru bagi bayi / anak. Penatalaksanaan yang benar mengenai penyakit hisprung harus di fahami dengan benar oleh seluruh pihak, baik tenaga medis maupun keluraga. Untuk tercapainya tujuan yang di harapkan perlu terjalin hubungan kerja sama yang baik antara pasien, keluarga, dokter, perawat maupun tenaga medis lainya dalam mengantisipasi yang terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

1.      Betz Cecily.L. dan Linda A.Sowden 2001.buku saku keperawatan pediatric Edisi ke3 Jakarta : EGC.
2.      Ngastiyah 1996.perawatan anak sakit. Jakarta : EGC
3.      Kartono, darmawan 2004. Penyakit hisprung. Jakarta : sagung seto
4.      Wong, Donna L.2003. Pedoman klinis keperawatan pediatric Sri kurnianingsih(fd), Monica Ester (ahli bahasa) edisi – 4 Jakarta : EGC
5.      Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Ahli bahasa: Brahm U Pendit Jakarta : EGC
6.      Carpenito, Lynda juall. 1997. Buku saku diagnose keperawatan Edisi ke 2 Jakarta:EGC
7.      Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 1991. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke 2 Jakarta FKUI

8.      Mansjoer, Arif.2000. Kapita selekta kedokteran. Edisi ke 3. Jakarta : Media aesulapius FKUI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar